Selasa, 02 Juli 2013

One More Time

Entah untuk keberapa kalinya aku menuliskan tulisan berisi galauan di sini. Kakiku belum bisa untuk melangkah maju kurasa. Terasa berat, terpaku keras menghujam tanah bumi yang basah. Padahal waktu berlari cepat untuk mengejar suatu target, mungkin. Seringkali saat aku tak bisa terlelap dalam tidur, kupejamkan mata dan mulai menghitung detak jarum yang berbunyi dinamis di telinga. 1, 2, 3, 4, 5, dan seterusnya hingga mata memberat lalu mengalihkanku ke dunia yang lain yang tak dapat terdefinisikan dengan rumus ataupun sejenisnya. Dunia semu yang bisa jadi sesuatu yang berwarna atau malah kelam. Namun, disitu kita bisa mengatur dunia kita sendiri. Tidak seperti dunia nyata yang mana kitalah yang diatur, sebagai pion dan tanah yang diinjak sebagai papan caturnya. Dari kedua belah pihak, keduanya sama-sama ingin merebutkan sesuatu. Ya. Sebuah kejayaan.



Kenapa aku membahas sampai papan catur? Haha, saat aku mengetik terkadang apa yang kupikirkan secara tiba-tiba muncul begitu saja dan langsung memerintah tanganku untuk bergerak memencet keyboard. Bunyi tombol keyboard yang ditekan satu persatu berbunyi begitu menyenangkan di telingaku. Rasanya seperti aku orang sibuk yang dikejar sesuatu, serasa di film action yang aku lihat di televisi.

Hari ini, ada seorang teman baikku nan jauh di pulau seberang mengirimku sebuah pesan di akun pribadiku. Sebenarnya beberapa hari yang lalu, aku dan dirinya memang saling curhat. Aku yang memulai dengan menggodanya mengenai orang yang dulu ia sukai. Tapi dia malah memintaku untuk balik bercerita karena jujur aku belum pernah menceritakan apapun itu pada orang lain, termasuk kedua orang tuaku. Tidak pernah dan tidak ada, kecuali Tuhan dan bonekaku. Dan, dari situlah semua ini berakar.

Cerita lama yang mulai dapat kututup dengan manis, tiba-tiba terbuka kembali bagai tertiup angin kencang yang membuat lembar per lembarnya terbuka dengan cepat. Perlahan aku menguatkan hatiku dan mulai bercerita padanya mengenai 'orang itu'

Sesak kembali menyerang saat menceritakannya. Bukan salah temanku itu, namun akulah yang membuat hal itu terjadi. Aku terlalu lama untuk berdiam dan malas untuk melangkah ke depan. Bertahan di tempat semula dengan tatapan kosong dibumbui sedikit harapan dan selalu saja menengok ke belakang, berharap waktu bisa terulang saat aku mengedipkan mata.

Jika kau terus menoleh ke belakang, kau tak akan mendapatkan apa-apa. - Wintercraft (Jenna Burtenshaw)
Semalam, aku menemukan kata-kata itu dari sebuah novel fantasi yang kubeli setahun yang lalu namun faktanya sampai sekarang belum kubaca sampai akhir karena beberapa kendala, termasuk malas. Yah itulah sifat bawaanku. Karena itu aku masih terpaku  di tempatku sekarang dengan hati yang kosong tanpa isi. Aku belum bisa walaupun dari bibir seseorang yang melahirkannya mengatakan bahwa ia sudah jauh bahagia sekarang. Seseorang yang masih mempunyai hubungan darah dengannya sampai mendatangiku. Mengingat, melihat, dan menyebut namanya saja diriku terkadang masih menyesak.

Mungkin, karena orang itu terlalu berarti dalam hidupku. Ia telah meninggalkan jejak manis di sini :)
Hei kau, bolehkah aku membuka hati untuk orang lain sekarang? Aku tahu kau jauh lebih baik sekarang. Bantulah aku menemukan orang sebaik dirimu. Kau maukan?
Aku tahu, Tuhan sangat sayang padaku sehingga memberiku takdir seperti ini.


Yogyakarta, 3 Juli 2013

Mee

Tidak ada komentar:

Posting Komentar